datang kuindu di
tengah malam /
namek ubat penenang
ati //
budaya sastra Muba endak
tenggelam /
payu besame bangkit
keh lagi //
Sekarang, bila kita bertanya
kepada generasi muda Musi Banyuasin yang lahir di atas tahun 90an tentang peribahasa
lama kesusastraan asli Muba semisalnya, “Bekatak dak mati, ulo dak kepunan”
atau “Adat ulak timbunan rempan” maka yakinlah –delapan puluh persen dari mereka
akan menjawab tidak pernah mendengar, jangankan untuk memahami; jauh panggang kedingen api.
Bilamana keadaannya sekarang saja
telah begini, maka bayangkanlah bagaimana lagi keadaan duapuluh tahun mendatang?
Barangkali, Serasan Sekate pun hanya akan menjadi kata yang tak lagi bermakna.
Akankah Musi Banyuasin tercinta ini kehilangan jati diri sebagai suatu bagian dari
kesukuan Melayu? Sebuah Kabupaten yang dulunya begitu kaya akan nilai-nilai
susastranya, akan keluhuran indah bahasa dan budi pekerti masyarakatnya.
Sekarang? mana Pantun mana Seramba – Dundai Melayu - Peribahasa – Busik Tawe –
Andaiandai – Syairsyair …, bahkan Senjang Musi Banyuasin yang sangat menarik
pun hanya segelintir generasi muda kini yang mau memerjuangkannya. Kiranya tak
perlu menyalahkan apapun karena ini tanggung jawab kita bersama.
Saya bukanlah
sesiapa, tapi saya sangat mencintai kesusastraan dan budaya Muba. Sebagai
orang yang mencintai akan saya perjuangkan cinta itu, akan terus saya gali …
gali … dan gali nilai-nilai kesusasteraan serta budaya daerah Muba, meskipun
harus berdarah tangan ini. Pun demikian saya berharap, semoga mereka yang
mempunyai cangkul, linggis, atau juga elevator berkenan untuk sejenak
merenungkan diri sebab buluh sebatang
dakke nimbulke rakit. Begitulah adanya, di bawah ini adalah sekumpulan dari
sebahagian banyaknya Peribahasa-peribahasa asli Muba yang perlahan mulai
terlupakan. Semoga nantinya akan tumbuh kesadaran di dalam diri kita semua,
bahwasanya bahasa dan budaya adalah cerminan dari jati diri kita.
Semoga bermanfaat. Salam sayang
dan kemilau ….
Peribahasa Musi Banyuasin dan Artinya
1. Menggotok embacang tumban
kuini = Melempar (buah) embacang jatuh kuini.
Buah
embacang lebih rendah mutunya dibandingkan dengan buah kuini. Jadi lebihkurang
arti dari peribahasa ini ialah mencari sesuatu yang kecil tetapi tidak
disangka-sangka ia malah mendapatkan sesuatu yang besar.
2. Bekatak dak mati, ulo dak kepunan = Katak tidak mati, ular tidak dapat
bahaya karena tidak mencicip dahulu.
Arti dari
peribahasa ini ialah setiap persoalan /silang sengketa asalkan mampu disikapi
secara bijaksana maka dapat ditemukan solusi penyelesaian terbaiknya dimana
antara keduabelah pihak tersebut tidak ada yang benar-benar dirugikan.
3. Semenjak dian duku limpas, baru tagunek tupak ambai = Ketika durian
duku tidak berbuah lagi (habis), baru memanfaatkan (buah) tupak (buah ) ambai.
Buah
durian dan buah duku adalah buah yang kualitasnya lebih baik dari buah tupak
dan buah ambai. Ketika musim durian dan duku, maka orang tidak memedulikan buah
tupak dan ambai tersebut. Setelah durian dan duku limpas (tidak berbuah lagi), barulah
orang melirik buah tupak dan ambai, membeli dan memilih buah tersebut, karena
buah durian dan duku tidak ada lagi. Jadi, lebihkurang arti peribahasa ini
adalah: kita (seseorang) baru akan digunakan atau diperlukan orang, bilamana sudah
tidak ada lagi orang lain yang lebih baik. Kalau masih ada orang lain, maka
kita (seseorang tersebut) tidak akan diperhatikan atau tidak terpakai. Peribahasa
ini memberikan pesan agar di dalam kehidupan ini kita senantiasa sedia untuk
berbuat sesuatu supaya bisa menjadi
sesuatu yang baik dan mempunyai nilai. Kalau hidup mempunyai nilai, maka orang
lain pasti akan memperhitungkan kita.
4. Meski ayam dak bakukuk… aghai dak urung siang = Walau ayam tidak
berkokok, hari tidak urung siang.
Biasanya
sudah menjadi pertanda bahwa ayam berkokok menjelang siang (cat: siang dimaksud
dalam Pepatah ini adalah terang hari). Seandainya ayam itu tidak berkokok, maka
hari tetap akan siang juga. Jadi arti peribahasa ini adalah walaupun kita tidak
dibantu oleh orang lain, maka pekerjaan kita tetap terlaksana. Inilah dimaksud
peribahasa: “Meski ayam dak bakukuk… aghai dak urung siang”.
5. Amon jadi kendak imau, dakke use betanduk panjang = Kalau jadi
kehendak harimau, tidak akan rusa bertanduk panjang.
Biasanya
harimau tersebut dinamakan raja hutan, dialah yang dianggap paling berkuasa di
hutan –sedangkan binatang lain dianggap enteng atau dianggap lemah, termasuk
binatang rusa. Walaupun binatang rusa itu dianggap lemah, belum tentu harimau
dapat semena-mena menundukan dan memangsanya. Jadi arti dari peribahasa ini
adalah walaupun orang itu kuat dan berkuasa, belum tentu ia dapat menundukan
orang yang terlihat lemah; belum tentu orang kuat tersebut dapat memaksakan
kehendaknya kepada orang kecil.
6. Nutuh dan tengiran = Memotong dahan tempat bertengger.
Kalau
dahan tempat kita berpijak itu dipotong, pastilah kita akan terjatuh, karena
hilang tempat berpijak. Jadi arti peribahasa ini adalah orang yang memperoleh
kesusahan dikarenakan ulah atau kebodohan dirinya sendiri yang kurang hati-hati
dalam bertindak.
7. Tekinjak di dan mati = Terpijak di dahan mati.
Kalau
kita naik pohon, kemudian kaki kita memijak dahan pohon yang sudah mati atau
lapuk maka dahan itu akan patah, dan kita akan terjatuh. Makna dari peribahasa
ini adalah kita harus selalu berhati-hati dalam melangkah, jangan sampai kita
terjatuh dikarenakan oleh kekurang hati-hatian kita dalam bertindak. Sebab,
saat kita terpijak di dahan mati, itu artinya kita sudah berada dalam situasi
yang sulit.
8. Besok suap dai mekan = Besar suap dari muka.
Bagaimana
mungkin makanan itu bisa disuap melebihi besar muka kita?
Peribahasa ini ada persamaannya
dengan peribahasa yang berbunyi ‘Besar Pasak Dari Pada Tiang’, dimana
pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan. Itulah yang dimaksud oleh
peribahasa: “Besok Suap Dai Mekan”.
9. Makan kurang piring, begawe lebih mandau = Makan kekurangan piring,
bekerja kelebihan parang.
Ketika
akan makan, banyak sekali orang yang ikut makan sehingga kekurangan piring.
Namun, ketika akan bekerja, tidak banyak orang yang mau ikut membantu sehingga
kelebihan parang. Peribahasa ini merupakan suatu sindiran yang sangat halus.
10. Paghak tebing jauh di ayo = Dekat tebing jauh di air.
Maksud
dari peribahasa ini adalah sesuatu yang tampaknya sudah dekat atau tampaknya
mudah, setelah dijalani ternyata jauh atau sulit. Itulah yang dikatakan,
“Paghak tebing jauh di ayo”.
11. Ayam dambur tambang dinjak = Ayam dihamburkan, tali di-injak.
Arti
peribahasa ini adalah dimisalkan mulanya seseorang tersebut sudah setuju atau
merestui suatu pilihan / keputusan, namun kemudian ia sendiri yang menghambat
jalannya persetujuan tersebut
12. Mane luncuk buat puting, mane tepak itulah tari = Di mana lancip
jadikan puting, di mana tepuk itulah tari.
Arti
peribahasa ini adalah dalam segala persoalan yang dihadapi kita cari cara
mudahnya, jangan mencari sisi sulitnya sehingga persoalan tersebut menjadi
dapat cepat terselesaikan.
13. Ngaitke Paing Dako =
Mengaitkan (gigi) Pahing di akar.
Peribahasa
ini maksudnya adalah ada orang atau pihak-pihak yang berkonflik lalu kita ikut
campur dan akhirnya secara tidak langsung kita pun terlibat dalam persoalan
tersebut, padahal kita tidak ada kepentingan langsung.
14. Takecak dikartu mati, masih diajak ke gelanggang = Terpegang
(terambil) dengan kartu mati (yang tidak punya peluang untuk memenangkan),
masih di ajak (di ikutkan) ke gelanggang.
Peribahasa ini
mempunyai maksud yakni serupa dalam sebuah pertarungan / pertaruhan, orang / pihak
tersebut sudah tidak mempunyai peluang (harapan) lagi untuk memenangkan
pertarungan / pertaruhan tersebut, namun meskipun tidak punya peluang untuk menang,
nyatanya orang / pihak tersebut masih (di) ikut (kan) juga dalam medan
pertarungan.
15. Akal betok dalam gelok = Akal (ikan) betok di dalam stoples
Peribahasa ini
merupakan sindiran tentang seseorang yang cara berpikirnya (sangat) sempit /
dangkal, serupa dengan ikan betok (ilm: Anabas testudineus ) yang ada di dalam stoples.
16. Endak tulak bukan rempan, endak
raih bukan makanan = Hendak di tolak bukan rempan (kayu-kayu
yang hanyut di sungai; sampah), hendak di raih bukan juga makanan.
Arti peribahasa ini
adalah menunjukan suatu pekerjaan / persoalan yang serba salah. Mau ditolak
bukan sampah, mau diambil bukan sesuatu yang baik.
17. Setake bekatak bawah
pandan, dapat mbau dak dapat asek = Setaka (jarak antara satuan anak tangga)
katak di bawah pandan, bisa mencium bau tapi tidak dapat merasakan.
Peribahasa
ini merupakan suatu bentuk sindiran dimisalkan kepada orang yang telah
mendapatkan suatu kebaikan (entah dari siapa atau apa), tetapi dianya tidak
dapat merasakan / menyadari kebaikan tersebut.
18. Kilo serengkuh dayung,
kulu setancap satang = Ke hulu sama-sama merengkuh dayung, ke hilir sama-sama
menancapkan satang
Peribahasa ini
menunjukan pengertian tentang orang-orang yang selalu bersama dalam menjalani
kehidupan –entah tersebab mereka berkarib ataupun keluarga. Bagaimanapun
keadaan jalannya kehidupan, mereka selalu bersama.
19. Takut titik, laju tumpah =
Takut jatuh sedikit, terus tertumpah banyak
Kalau titik ( dibaca :
tetegh, huruf e diucapkan dengan datar seperti mengucapkan kata emas) berarti
jatuhnya hanya sedikit, kalau tumpah berarti jatuhnya banyak. Takut tetegh laju
tumpah maksudnya ialah mulanya orang tersebut takut kehilangan sedikit, tetapi
yang justru terjadi ialah ia kehilangan banyak.
20. Sebaik-baik petai tunu =
Sebaik-baik petai dibakar
Meskipun petai itu
sudah dibakar, masih tetap juga bau tak sedapnya. Maksud dari peribahasa ini
adalah bila sesuatu (orang) itu pada dasarnya adalah orang yang tidak baik,
kemudian sifat dan atau sikap berubah menjadi orang yang baik, pun bagaimana
baiknya ia tetaplah saja tidak akan benar-benar baik, karena memang orang
tersebut pada dasarnya bukanlah orang yang baik.
21. Mbak nunggu nenek balek
dai ume = Seperti menunggu nenek pulang dari ladang
Karena yang namanya ‘nenek’ adalah orang yang sudah tua (lanjut usia),
maka berjalannya pastilah sangat lambat, sehingga keluarga yang menunggu kepulangannya
di rumah tentulah akan sangat lama menunggunya. Peribahasa ini biasanya dipergunakan
kala mengungkapkan perasaan yang terlampau kesal karena menunggu seseorang yang
terlalu lama.
*bersambung ....